Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Pertanyaan kedua: Telah
menyebar sikap wara’ dusta (merasa sok berhati-hati –pent) diantara
para pemuda, yaitu jika mereka mendengar orang-orang yang menyampaikan
nasehat dari kalangan para penuntut ilmu atau ulama dengan cara
mentahdzir bid’ah dan orang-orangnya serta manhaj dan hakekat mereka dan
membantah mereka, dan terkadang dengan menyebutkan nama-nama sebagian
mereka walaupun orangnya telah meninggal, karena masih ada manusia yang
tertipu dengannya, dan semua itu dilakukan dalam rangka membela agama
ini serta menyingkap orang-orang memakai pakaian palsu dan menyusup di
barisan ummat ini untuk menyebarkan perpecahan dan permusuhan di
tengah-tengah mereka. Maka bagaimana pendapat Anda tentang masalah ini?
Asy-Syaikh:
Kaedah
dalam hal ini adalah: boleh mengingatkan kesalahan dan penyimpangan
serta menjelaskannya kepada manusia, dan jika perkaranya membutuhkan
maka boleh menyebutkan nama orang-orangnya agar manusia tidak tertipu
dengan mereka, terlebih lagi orang-orang yang memiliki penyimpangan
pemikiran atau manhaj dan mereka ini dikenal luas oleh manusia dan
manusia berbaik sangka kepada mereka, maka tidak mengapa disebutkan
nama-nama mereka dan mentahdzir mereka. Dan para ulama telah membahas
dalam ilmu jarh wa ta’dil, mereka menyebutkan para perawi dan
kritikan-kritikan terhadap mereka bukan dalam rangka menjatuhkan pribadi
mereka, tetapi hanya dalam rangka menasehati ummat agar jangan sampai
mengambil dari mereka perkara-perkara yang padanya terdapat kejahatan
terhadap agama atau kedustaan atas nama Rasulullah shallallahu alaihi
was sallam.
Jadi kaedahnya: yang pertama
hendaklah kesalahannya diingatkan tanpa menyebutkan nama orangnya, jika
akan mengakibatkan madharat atau tidak ada faedahnya dengan
menyebutkannya. Adapun jika perkaranya membutuhkan untuk menyebutkan
namanya dengan jelas dalam rangka memperingatkan manusia darinya, maka
ini termasuk nasehat bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin
kaum muslimin serta mereka semua secara umum. Terlebih lagi jika
orang-orang tersebut terkenal di tengah-tengah masyarakat, mereka
berbaik sangka kepadanya, serta tertipu dengan kaset-kaset dan
kitab-kitabnya. Maka wajib mentahdzirnya dengan menjelaskan bahwa orang
tersebut memiliki kesalahan ini dan itu. Dia tidak boleh dibiarkan dan
tidak bisa dipercaya lagi karena kelakuan dia, karena dengan bersikap
mendiamkan akan menimbulkan bahaya terhadap manusia. Jadi wajib
menyingkap hakekatnya, bukan dalam rangka ingin mencela atau
melampiaskan kemarahan, tetapi semata-mata bertujuan untuk menyampaikan
nasehat bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin
serta mereka semua secara umum.
Al-Muntaqa min Fataawa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan 1/405, fatwa no. 239
Keterangan: Ada sedikit kekurangan dan perbedaan antara audio dan transkrip yang ada di sahab.net, silahkan membandingakan keduanya. Kami memilih untuk menyesuaikan dengan audionya. (pent)
0 komentar:
Posting Komentar